SWARA Cinta 03, Kalau Beda Bukan Berarti Nggak Cinta
9:25 PM
Hai teman-teman semuanya,
Jadi beberapa waktu yang lalu aku buat Live di Instagram bareng salah satu temen aku yaitu Lovita tentang Love Language. Disini aku akan bahas lagi yang berkaitan dengan Love Language tapi dari perspektif aku pribadi.
Buat yang kemarin belum sempat nonton Live IGnya boleh dicek di IGTV aku ya, disitu aku sama Lovita jelasin juga teorinya gimana dan dari siapa. Disini aku bakalan jelasin lebih singkat (tujuannya supaya kalian nonton IGTV aku hehehe :p).
Baiq teman-teman semuanya, jadi ada 5 Love Languange nih
1. Physical Touch
2. Act of Service
3. Receiving Gift
4. Quality Time
5. Words of Affirmation
Biasanya kalau pacaran tuh sering ya ngerasa nggak disayang karena si doi mungkin nggak mengungkapkan cintanya seperti gimana yang kita mau. Ada yang doinya cuek bebek nggak pernah ngomong yang sweet-sweet, ada yang doinya menurut kita nggak pernah ngeluangin waktu, ada yang doinya nggak suka dirangkul-rangkul di tempat umum, ada yang doinya suka ngasih-ngasih barang tapi abis itu ngilang aja tergulung ombak. Akupun juga pernah merasakannya dan akupun juga pernah struggle untuk memahaminya, tapi setelah paham kalau ada macem-macem Love Languange jadi menemukan titik terang.
Kalau menurut aku pribadi, dalam suatu hubungan itu memang harus ngelihat ke dua belah pihak ya nggak bisa cuma ngelihat ke salah satu aja. Ketika kita menjalin hubungan dengan orang lain (dalam konteks hubungan romantis), kan ada dua orang yang berpartisipasi di dalamnya. Kalau misalnya pasangan itu beda tipe sama kita itu adalah hal yang wajar karena toh setiap manusia memang dilahirkan berbeda satu dengan yang lainnya. Untuk memahami Love Language pasangan, pastinya butuh proses. Prosesnya itu mencakup observasi dan setelahnya accepting. Observasi itu kita amati pasangan kita tuh berdasarkan perilakunya ke kita, senang melakukan apa. Biasanya dia merasa sudah mengungkapkan cinta itu dengan apa, biasanya dia merasa dicintai itu kalau kita gimana. Setelah kita tau kita jadi paham apakah caranya sama atau berbeda. Kalau ternyata cara dia mencintai dan merasa dicintai itu berbeda dengan kita, ya pelan-pelan kita terima.
Selain itu, ada juga yang namanya Komunikasi dan Kompromi.
Kalau memang dirasa ada yang mengganjal dan membuat kita merasa nggak nyaman, gimana pasangan bisa tahu dan memahaminya kalau nggak dikomunikasikan? Ya memang sih kepekaan itu harus ada, tapi level kepekaan masing-masing orang itu kan berbeda juga. Ada yang dianya di level 1 tapi pasangannya di level 3, nah berarti kan butuh untuk dibuat level tengahnya. Caranya? Dikomunikasiin, setelahnya dikompromikan, dicari jalan tengahnya.
Aku pribadi nggak menampik kalau kode-kode ke pasangan itu masih aku lakukan kadang apalagi kalau lagi dalam kondisi mood yang kurang baik (tapi nggak sampai sekarang ya karena sekarang nggak ada pasangan, lol). Based on experience, setelah aku menerapkan komunikasi yang lebih baik ya hasilnya jadi lebih baik juga. Jadi lebih nggak kompleks dan suatu masalah jadi lebih cepat terselesaikan dibandingkan dengan yang pakai kode-kode.
Tapi jangan mentang-mentang mau dikomunikasiin semuanya terus jadi ngomongnya teriak-teriak karena ngerasa "Ini kan aku bilang sama kamu, aku komunikasiin sama kamu". Menurut DeVito (2011) komunikasi yang efektif itu mencakup 5 faktor yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality). Jadi baiknya mengkomunikasikannya pada waktu yang tepat dimana keduanya lagi sama-sama rileks dan bisa diajak ngobrol terbuka tanpa pakai urat.
Jadi daripada kita menerka-nerka "Pasanganku ini kenapa sih dia kok begini?! Kok begitu?! Dia nggak cinta ya sama aku?!" coba yuk diperhatiin kali aja memang Love Languagenya berbeda sama kita bukan nggak cinta. Kalau memang berbeda ya yuk kita coba cari jalan tengahnya gimana supaya dua-duanya sama-sama ngerasa dicintai. Jangan keburu negative thinking dulu guys hehehehe
Salam sayang,
Andrea
Jadi beberapa waktu yang lalu aku buat Live di Instagram bareng salah satu temen aku yaitu Lovita tentang Love Language. Disini aku akan bahas lagi yang berkaitan dengan Love Language tapi dari perspektif aku pribadi.
Buat yang kemarin belum sempat nonton Live IGnya boleh dicek di IGTV aku ya, disitu aku sama Lovita jelasin juga teorinya gimana dan dari siapa. Disini aku bakalan jelasin lebih singkat (tujuannya supaya kalian nonton IGTV aku hehehe :p).
Baiq teman-teman semuanya, jadi ada 5 Love Languange nih
1. Physical Touch
2. Act of Service
3. Receiving Gift
4. Quality Time
5. Words of Affirmation
Biasanya kalau pacaran tuh sering ya ngerasa nggak disayang karena si doi mungkin nggak mengungkapkan cintanya seperti gimana yang kita mau. Ada yang doinya cuek bebek nggak pernah ngomong yang sweet-sweet, ada yang doinya menurut kita nggak pernah ngeluangin waktu, ada yang doinya nggak suka dirangkul-rangkul di tempat umum, ada yang doinya suka ngasih-ngasih barang tapi abis itu ngilang aja tergulung ombak. Akupun juga pernah merasakannya dan akupun juga pernah struggle untuk memahaminya, tapi setelah paham kalau ada macem-macem Love Languange jadi menemukan titik terang.
Kalau menurut aku pribadi, dalam suatu hubungan itu memang harus ngelihat ke dua belah pihak ya nggak bisa cuma ngelihat ke salah satu aja. Ketika kita menjalin hubungan dengan orang lain (dalam konteks hubungan romantis), kan ada dua orang yang berpartisipasi di dalamnya. Kalau misalnya pasangan itu beda tipe sama kita itu adalah hal yang wajar karena toh setiap manusia memang dilahirkan berbeda satu dengan yang lainnya. Untuk memahami Love Language pasangan, pastinya butuh proses. Prosesnya itu mencakup observasi dan setelahnya accepting. Observasi itu kita amati pasangan kita tuh berdasarkan perilakunya ke kita, senang melakukan apa. Biasanya dia merasa sudah mengungkapkan cinta itu dengan apa, biasanya dia merasa dicintai itu kalau kita gimana. Setelah kita tau kita jadi paham apakah caranya sama atau berbeda. Kalau ternyata cara dia mencintai dan merasa dicintai itu berbeda dengan kita, ya pelan-pelan kita terima.
Selain itu, ada juga yang namanya Komunikasi dan Kompromi.
Kalau memang dirasa ada yang mengganjal dan membuat kita merasa nggak nyaman, gimana pasangan bisa tahu dan memahaminya kalau nggak dikomunikasikan? Ya memang sih kepekaan itu harus ada, tapi level kepekaan masing-masing orang itu kan berbeda juga. Ada yang dianya di level 1 tapi pasangannya di level 3, nah berarti kan butuh untuk dibuat level tengahnya. Caranya? Dikomunikasiin, setelahnya dikompromikan, dicari jalan tengahnya.
Aku pribadi nggak menampik kalau kode-kode ke pasangan itu masih aku lakukan kadang apalagi kalau lagi dalam kondisi mood yang kurang baik (tapi nggak sampai sekarang ya karena sekarang nggak ada pasangan, lol). Based on experience, setelah aku menerapkan komunikasi yang lebih baik ya hasilnya jadi lebih baik juga. Jadi lebih nggak kompleks dan suatu masalah jadi lebih cepat terselesaikan dibandingkan dengan yang pakai kode-kode.
Tapi jangan mentang-mentang mau dikomunikasiin semuanya terus jadi ngomongnya teriak-teriak karena ngerasa "Ini kan aku bilang sama kamu, aku komunikasiin sama kamu". Menurut DeVito (2011) komunikasi yang efektif itu mencakup 5 faktor yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality). Jadi baiknya mengkomunikasikannya pada waktu yang tepat dimana keduanya lagi sama-sama rileks dan bisa diajak ngobrol terbuka tanpa pakai urat.
Jadi daripada kita menerka-nerka "Pasanganku ini kenapa sih dia kok begini?! Kok begitu?! Dia nggak cinta ya sama aku?!" coba yuk diperhatiin kali aja memang Love Languagenya berbeda sama kita bukan nggak cinta. Kalau memang berbeda ya yuk kita coba cari jalan tengahnya gimana supaya dua-duanya sama-sama ngerasa dicintai. Jangan keburu negative thinking dulu guys hehehehe
Salam sayang,
Andrea
0 comments